Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) tengah merancang Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Perlindungan Anak di Ruang Digital sebagai bentuk tanggapan atas meningkatnya kekhawatiran masyarakat terhadap risiko yang dihadapi anak-anak saat menjelajahi dunia maya. Inisiatif ini bertujuan untuk membentuk lingkungan digital yang aman, melindungi anak dari paparan konten negatif, sekaligus mendorong penggunaan teknologi yang positif dan edukatif.
Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, menyampaikan bahwa RPP ini lahir dari aspirasi masyarakat luas, khususnya orang tua dan pendidik, yang menginginkan perlindungan yang lebih kuat terhadap anak-anak di tengah derasnya arus informasi digital.
“Regulasi ini bukan sekadar instrumen hukum, tetapi merupakan bentuk komitmen pemerintah untuk menanggapi kekhawatiran masyarakat dan menjamin keselamatan anak-anak dalam ruang digital,” ujar Meutya saat memperingati Safer Internet Day di Jakarta, Rabu (26/2).
Merujuk data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2024, sekitar 40% anak Indonesia usia 5–12 tahun telah aktif menggunakan internet, dengan waktu rata-rata 4–6 jam per hari. Sayangnya, sebagian besar waktu itu dihabiskan untuk konten hiburan atau permainan daring. Bahkan, menurut laporan dari ECPAT Indonesia dan Komnas Perlindungan Anak tahun 2023, lebih dari 15.000 anak menjadi korban eksploitasi seksual daring, dan 440.000 anak usia 10–20 tahun terjerumus dalam praktik judi online.
“Ini bukan hanya data. Ini adalah cerminan krisis yang kita hadapi. RPP ini merupakan awal dari langkah besar, namun partisipasi aktif masyarakat sangat diperlukan,” jelas Meutya.
Tiga Pilar Utama dalam RPP Perlindungan Anak Digital
RPP tersebut akan mencakup tiga aspek utama:
- Verifikasi usia dan identitas digital: Seluruh platform digital diwajibkan menyediakan sistem verifikasi usia yang efektif guna mencegah anak-anak mengakses konten yang tidak sesuai dengan tingkat kedewasaan mereka.
- Pembatasan terhadap konten berbahaya: Pemerintah akan memperkuat pengawasan terhadap konten yang bersifat merugikan seperti kekerasan, pornografi, perjudian daring, dan bentuk eksploitasi anak lainnya.
- Peningkatan literasi digital: Edukasi dan pendampingan kepada anak serta orang tua akan menjadi elemen penting dalam membangun budaya digital yang aman dan bertanggung jawab.
Meutya menegaskan bahwa peraturan hukum tidak dapat berdiri sendiri tanpa dukungan edukasi menyeluruh.
“Kami ingin kolaborasi dari orang tua, guru, dan masyarakat luas agar dapat menanamkan kebiasaan digital yang sehat sejak dini. Anak-anak perlu dibekali kemampuan untuk memilah dan menggunakan informasi secara bijak,” imbuhnya.
Sebagai bagian dari proses penyusunan kebijakan ini, Komdigi akan membuka forum konsultasi publik guna menjaring masukan dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk akademisi, organisasi masyarakat sipil, dan pelaku industri teknologi. Forum ini akan dibuka mulai Maret 2025.
“Kami ingin memastikan bahwa kebijakan ini realistis, dapat diterapkan, dan benar-benar melindungi anak-anak. Masukan masyarakat sangat kami harapkan,” jelas Meutya.
Lebih lanjut, Komdigi juga menggandeng platform digital besar seperti YouTube, TikTok, dan Meta untuk memastikan penerapan regulasi ini dapat berjalan secara efektif.
Meutya menekankan bahwa anak-anak Indonesia seharusnya didorong untuk menjadi pencipta teknologi, bukan hanya konsumen pasif. Internet harus dimanfaatkan sebagai ruang belajar, berinovasi, dan berkontribusi secara positif.
“Kita ingin anak-anak kita menggunakan internet sebagai alat menuju masa depan, bukan sekadar tempat hiburan tanpa arah. Mereka harus mampu menciptakan, bukan hanya menikmati,” pungkasnya.
Langkah ini menunjukkan komitmen kuat Indonesia dalam membangun regulasi yang berpihak pada anak dan memperkuat posisi negara dalam menciptakan generasi digital yang aman, cerdas, dan berdaya saing.
Label
kemkomdigi, perlindungan, anak, ruang, digital